Toto Nugroho Ditangkap Kejagung Terkait Kasus Korupsi Migas, Ini Profilnya

Hukum Pemerintahan

haridunia.com – Toto Nugroho—mantan SVP Integrated Supply Chain Pertamina dan kini Dirut PT Indonesia Battery Corporation (IBC)—resmi ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang oleh Kejaksaan Agung RI. Misteri besar terkait modus operandi, profil karier panjangnya di BUMN, hingga potensi kerugian negara yang mencapai Rp285 triliun akan kita kupas tuntas di artikel ini.

Jabatan, Karier & Latar Belakang Toto Nugroho

Toto Nugroho meniti karier selama lebih dari 25 tahun di lingkungan Pertamina, menduduki berbagai posisi strategis. Ia pernah menjabat sebagai Senior Vice President energi (2016–2018), Direktur Pengembangan Bisnis di pelabuhan (2018–2020), dan SVP Integrated Supply Chain (2017–2018).
Sejak April 2021, dia dipercaya menjadi Direktur Utama PT IBC, BUMN sektor baterai kendaraan listrik—menjadi bagian penting dari transisi energi nasional. Namun karier ini kini terancam oleh status tersangka.
Dalam LHKPN per 31 Desember 2024, total harta kekayaannya tercatat Rp21,56 miliar, termasuk tanah, kendaraan, surat berharga, dan kas senilai Rp14,5 miliar tanpa utang tercatat.

Kronologi Penetapan sebagai Tersangka

Kejaksaan Agung menetapkan Toto Nugroho sebagai tersangka bersama delapan orang lainnya dalam kasus tata kelola migas periode 2018–2023. Penetapan diumumkan pada 10 Juli 2025 di kantor Jampidsus Kejagung.
Ia ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan perannya menyetujui pengadaan impor minyak mentah dengan supplier yang tidak memenuhi syarat lelang, serta menerapkan “perlakuan istimewa” kepada mereka tanpa mematuhi prinsip value based procurement.
Total nilai kerugian negara kini diperkirakan mencapai Rp285 triliun, meliputi kerugian keuangan dan perekonomian nasional, hasil analisis bersama ahli oleh tim penyidik Kejagung.

Modus Dugaan Korupsi & Mekanisme Penyimpangan

Menurut tim penyidik, Toto Nugroho sebagai VP ISC menyetujui pengundangan dan penunjukan supplier/imporir yang tidak lolos lelang resmi—pelanggaran prinsip transparansi dan etika pengadaan.
Skema ini serupa dengan modus pemborosan nilai aset melalui impor minyak yang sebenarnya bisa diserap dari produksi lokal, lalu menggunakan harga impor lebih tinggi sebagai alibi profit broker dan petinggi Pertamina—akibatnya selisih harga merugikan negara besar-besaran.
Selain Toto, tersangka lain seperti Alfian Nasution, Hanung Budya, Dwi Sudarsono dan Hasto Wibowo juga terlibat dalam penyewaan aset terminal Merak dan pengaturan impor produk kilang yang diduga melawan hukum dan merugikan Pertamina serta publik.

Status Penahanan & Prospek Prosedur Hukum

Toto Nugroho dan delapan tersangka lainnya telah ditahan oleh Kejagung usai pemeriksaan kesehatan dan kondisi normal jasmani serta rohani. Riza Chalid menjadi satu-satunya yang belum ditahan karena keberadaannya di luar negeri, terduga di Singapura.
Pasal yang disangkakan mencakup pelanggaran UU Tindak Pidana Korupsi Pasal 2 ayat 1, Pasal 3 jucto Pasal 18 juncto Pasal 55 KUHP, UU Migas, UU Energi, dan tata kelola BUMN yang merugikan negara dan perekonomian nasional.
Penelusuran aset, audit transaksi keuangan, dan gelar perkara oleh Jampidsus akan menentukan kelanjutan kasus ini, termasuk potensi hukuman maksimal bahkan hukuman mati jika terbukti dilakukan saat pandemi COVID‑19.

Reputasi & Kontroversi Publik

Sebelum ditetapkan tersangka, Toto sempat disorot DPR sebagai Dirut PT IBC yang dianggap kurang membawa kemajuan bagi perusahaan. Anggota Komisi VII pernah mendesak agar dia mundur karena performa perusahaan yang stagnan, meski biayanya habis Rp100 miliar untuk konsultan tanpa hasil nyata.
Statusnya sebagai figur korporat BUMN dan penanggungjawab proyek energi besar membuat kasus ini menarik sorotan publik dan politisi, terutama karena melibatkan dugaan maladministrasi dalam proyek strategis nasional.
Reaksi media dan netizen di Reddit menggambarkan kasus ini sebagai bentuk “Petral 2.0”, dengan pola lama mafia migas tetap berjalan meski elit sudah berganti generasi.

Dengan ditahannya Toto Nugroho oleh Kejagung, Indonesia menyaksikan aksi hukum terhadap figur penting dalam kasus dugaan korupsi migas senilai Rp285 triliun. Profilnya sebagai eksekutif BUMN dan peran dalam pengadaan minyak menunjukkan kompleksitas penyimpangan yang terjadi.

Kasus ini mencerminkan babak penegakan hukum baru terhadap malpraktik tata kelola BUMN dan perhatian serius terhadap integritas sektor energi nasional.