Aura Farming

Fenomena Aura Farming Viral di Indonesia, Tren Media Sosial yang Bikin Netizen Penasaran

Lifestyle

Fenomena Aura Farming Viral di Indonesia, Tren Media Sosial yang Bikin Netizen Penasaran

Beberapa minggu terakhir, dunia maya di Indonesia diramaikan oleh istilah baru: Aura Farming. Tren ini mulai mencuat setelah video seorang remaja bernama Rayyan Arkan Dikha viral di media sosial. Dalam video tersebut, Rayyan terlihat memancarkan ekspresi percaya diri dengan gaya yang dianggap “punya aura kuat” oleh warganet. Sejak itu, istilah aura farming menjadi bahan pembicaraan, meme, dan bahkan tantangan (challenge) di berbagai platform.

Fenomena ini bukan sekadar viral di TikTok atau Instagram, tapi juga memicu diskusi di forum daring, media massa, hingga menjadi topik penelitian singkat di kalangan akademisi komunikasi. Apa sebenarnya yang dimaksud dengan aura farming? Mengapa bisa begitu cepat populer?


Asal Usul Istilah Aura Farming

Istilah aura farming berasal dari gabungan dua kata: “aura” yang merujuk pada pancaran energi atau kesan yang terpancar dari seseorang, dan “farming” yang berarti “bertani” atau “menghasilkan secara bertahap”. Secara sederhana, aura farming diartikan sebagai upaya membangun citra, pesona, atau daya tarik personal secara konsisten.

Menurut beberapa pengamat media sosial, istilah ini pertama kali digunakan secara bercanda di kolom komentar sebuah video, lalu berkembang menjadi tren karena mudah diadaptasi. Tagar #AuraFarming bahkan sudah digunakan ratusan ribu kali di TikTok.


Viralnya Video Rayyan Arkan Dikha

Rayyan Arkan Dikha adalah seorang remaja asal Indonesia yang tak sengaja menjadi ikon tren ini. Dalam sebuah video pendek yang diunggah temannya, Rayyan tampak berdiri di pinggir lapangan sambil tersenyum dan menatap kamera. Gestur sederhana itu justru dianggap netizen sebagai bukti “auranya” yang kuat.

Video tersebut memicu berbagai reaksi: ada yang mengagumi, ada yang membuat parodi, dan ada pula yang mencoba meniru ekspresi dan gaya Rayyan. Media daring mulai memberitakan fenomena ini, sementara para content creator membahas tips “cara meningkatkan aura” ala Rayyan.


Faktor Penyebab Tren Ini Meledak

Ada beberapa faktor yang membuat aura farming viral:

  1. Kesederhanaan Konten – Tidak memerlukan peralatan mahal atau skill khusus untuk membuat video aura farming.

  2. Relatable – Banyak orang merasa bisa berpartisipasi karena hanya butuh kepercayaan diri.

  3. Humor dan Kreativitas – Netizen Indonesia dikenal kreatif dalam memparodikan tren.

  4. Dukungan Algoritma Media Sosial – TikTok dan Instagram cenderung mempromosikan konten yang sedang ramai dibicarakan.


Respon Masyarakat dan Media

Fenomena ini memicu berbagai tanggapan:

  • Positif: Banyak yang menganggap aura farming sebagai bentuk hiburan sehat dan ekspresi diri.

  • Kritis: Beberapa pihak menilai tren ini dangkal dan tidak memberi manfaat nyata.

  • Analitis: Psikolog memandang tren ini sebagai contoh bagaimana self-branding dan kepercayaan diri bisa menjadi daya tarik di era digital.


Dampak terhadap Budaya Pop dan Gaya Hidup

Tren ini juga memengaruhi gaya berpakaian, cara berfoto, dan bahkan cara berbicara di media sosial. Fashion yang memberi kesan percaya diri—seperti pakaian monokrom, kacamata hitam, dan sepatu sneakers premium—mulai diasosiasikan dengan aura farming.

Beberapa merek lokal memanfaatkan tren ini untuk mempromosikan produknya. Misalnya, brand pakaian membuat kampanye “Bangun Aura-mu” dengan melibatkan influencer yang terkenal di TikTok.


Fenomena Serupa di Luar Negeri

Meski istilah aura farming unik bagi Indonesia, fenomena membangun citra personal di media sosial sudah ada di banyak negara. Di Korea Selatan, ada konsep “self-aura” yang mirip, sementara di Barat dikenal dengan istilah “main character energy”.

Hal ini menunjukkan bahwa aura farming adalah adaptasi lokal dari tren global, namun dibumbui humor khas warganet Indonesia.


Potensi Bisnis dari Aura Farming

Tren ini membuka peluang bisnis di berbagai sektor:

  • Fashion: Penjualan pakaian yang dianggap “mendongkrak aura”.

  • Fotografi: Jasa foto profil dengan konsep aura boost.

  • Pelatihan Public Speaking: Kelas untuk meningkatkan kepercayaan diri di depan kamera.


Kritik dan Kontroversi

Tidak semua pihak menyambut tren ini dengan positif. Beberapa kritikus menilai aura farming hanya menonjolkan aspek penampilan luar tanpa memperhatikan kualitas pribadi. Ada pula yang mengkhawatirkan efek negatif terhadap remaja yang terlalu fokus pada citra diri di dunia maya.

Psikolog mengingatkan pentingnya keseimbangan antara citra online dan kepribadian nyata. “Aura yang kuat seharusnya dibangun dari kombinasi karakter baik, kemampuan, dan rasa percaya diri, bukan hanya dari penampilan visual,” kata salah satu pakar.


Bagaimana Tren Ini Bisa Bertahan?

Seperti tren media sosial lainnya, aura farming kemungkinan akan memudar dalam beberapa bulan ke depan. Namun, konsep membangun citra personal di dunia digital akan terus relevan, terutama bagi mereka yang ingin sukses di bidang kreatif dan hiburan.


Kesimpulan

Fenomena aura farming adalah cerminan kreativitas warganet Indonesia dalam menciptakan tren yang unik, lucu, dan mudah diikuti. Meski menuai pro dan kontra, tren ini memberi pelajaran bahwa di era digital, kepercayaan diri dan kemampuan mempresentasikan diri bisa menjadi modal sosial yang berharga.


Referensi