haridunia.com – Jawa Barat kembali menjadi sorotan publik soal kebijakan terbaru dari Dinas Pendidikan (Disdik) Jabar. Pemprov menambah rombongan belajar (rombel) siswa SMA/SMK negeri dari maksimal 36 menjadi 50 orang per kelas, sebagai solusi cepat mencegah angka putus sekolah. Meski menuai pro dan kontra—terutama dari pihak sekolah swasta—Disdik Jabar menegaskan, kebijakan ini tidak akan mematikan sekolah swasta.
Tujuan Utama Penambahan Rombel: Cegah Anak Putus Sekolah
Sejak dicanangkan, kebijakan ini didasari alasan kemanusiaan dan sosial. Kepala Disdik Jabar Purwanto mengatakan bahwa pihaknya ingin menyelamatkan anak-anak rentan yang terancam putus sekolah karena kendala ekonomi, administrasi, atau geografis
Di daerah-daerah dengan kepadatan warga miskin (KETM), kapasitas rombel diperluas untuk menampung siswa berstatus yatim, punya kendala dokumen, atau terdampak bencana. Kebijakan ini bukan opsional bagi semua sekolah, melainkan selektif di lokasi tertentu.
Tanpa menambah rombel, diprediksi ribuan siswa akan terhambat akses pendidikan. Data menyebut sekitar 700.000 lulusan SMP setiap tahun, dengan 400.000 sisanya belum tertampung di negeri meski kuota rombel ditambah. Alhasil, rombel makin besar, namun masih banyak ruang bagi sekolah swasta menampung siswa.
Tanggapan Sekolah Swasta: Khawatir Pada Kualitas dan Jam Guru
Forum Kepala Sekolah Swasta (FKSS) Jabar menolak kebijakan peningkatan rombel yang dinilai bisa menurunkan mutu pendidikan dan memberatkan guru bersertifikasi. Ketua FKSS, Ade Hendriana, mengungkap kepenuhan kelas bisa mengurangi efektivitas proses belajar dan membuatjam mengajar guru terserap negera.
FKSS juga menggelar surat terbuka kepada Presiden dan bahkan menyiapkan gugatan ke PTUN jika tidak dilakukan evaluasi. Argument mereka adalah, berbagai Permendikbudristek mengharuskan pemberian sarana baru sebelum rombel diperluas, namun pembangunan ruang kelas baru (RKB) masih berjalan paralel.
Disdik Jabar: Tetap Buka Ruang untuk Swasta & Kembangkan Infrastruktur
Purwanto menegaskan bahwa rombel 50 bukan “angka mati”: bisa bermacam-macam sesuai kapasitas tiap sekolah. Jika bangunan memadai, bisa 45, 48, atau kembali ke 36 apabila ada ruang baru.
Pemerintah pun menyiapkan 661 ruang kelas baru dan 15 unit sekolah baru di 2025, dengan anggaran Rp 300 miliar untuk memastikan normalisasi kapasitas. Jika sudah rampung, rombel besar bisa dipecah hingga jumlah ideal.
Sementara itu, Disdik juga mendorong sekolah swasta agar tetap punya peran penting. Dengan 400.000 calon siswa yang belum tertampung di negeri, masih terbuka lebar peluang untuk swasta dan sekolah agama.
Implikasi Jangka Panjang Kebijakan Tambah Rombel
1. Akses Pendidikan Meningkat
Tambahan rombel di sekolah negeri memberi jalan bagi siswa miskin tetap bersekolah, tanpa menunggu pembiayaan tambahan.
2. Mutu Pendidikan Perlu Dipantau
Kelas besar rentan menurunkan kualitas pengajaran. Guru perlu dibekali strategi pembelajaran efektif untuk menjaga mutu.
3. Peran Swasta Tetap Penting
Jika swasta mampu bersaing, peminat masih besar. Perbaikan mutu dan layanan menjadi kunci demi mempertahankan pendaftarnya .
4. Infrastruktur Sekolah Diperkuat
Dana Rp 300 miliar untuk RKB diharapkan mampu menyelesaikan kebutuhan ruang dan mengembalikan rombel ke titik ideal 36.
Zitasi dan Suara Masyarakat
Beberapa netizen lewat Reddit menyoroti dampak kebijakan seperti sekolah swasta akan kekurangan murid dan menuntut transparansi penggunaan dana publik. Mereka setuju jika mutu tetap dijaga, namun menolak apabila ruang belajar jadi sesak.
Kebijakan penambahan rombel Jabar bertujuan antisipatif terhadap angka putus sekolah. Disdik menegaskan bahwa langkah ini tidak mematikan sekolah swasta, masih ada peluang bagi 400.000 siswa tak tertampung. Namun, kekhawatiran soal kualitas dan jam mengajar guru harus dijawab lewat penguatan layanan dan infrastuktur.
Diharapkan proses ini berjalan seimbang: akses pendidikan ditingkatkan tanpa mengorbankan mutu, sekolah swasta tetap jadi pilihan, dan pembangunan ruang kelas baru bisa mengurangi tekanan kapasitas. Publik perlu terus kritis terhadap realisasi anggaran dan implementasi kebijakan agar tujuan nyata tercapai.