demonstrasi

Gaya Demonstrasi 2025: Fashion, Rompi, dan Masker Jadi Identitas Perlawanan

Fashion

◆ Fashion Jalanan dan Aksi Protes: Dari Fungsional ke Simbolik

Demonstrasi bukan hanya ruang politik, tapi juga ruang budaya. Sejak dulu, aksi massa selalu melahirkan identitas visual tersendiri. Pada 2025, tren ini terlihat jelas di jalan-jalan kota besar Indonesia, ketika protes nasional berlangsung hampir setiap minggu. Di tengah asap gas air mata, spanduk, dan teriakan massa, lahir sebuah fenomena yang menarik: fashion demonstrasi 2025.

Kalau di tahun-tahun sebelumnya orang ke demo hanya mengenakan pakaian seadanya, sekarang gaya demonstrasi jadi lebih terkonsep. Kaos hitam dengan tulisan slogan, rompi tactical, masker gas, hingga kacamata pelindung menjadi elemen utama. Tak hanya fungsional melindungi tubuh, tapi juga simbol perlawanan.

Masker, misalnya, tidak lagi sekadar alat proteksi dari gas air mata. Ia jadi medium ekspresi. Banyak peserta demo menulis pesan di masker mereka: kata-kata singkat seperti “Lawan,” “Berani,” atau “#IndonesiaGelap.” Ada juga yang menempelkan stiker bergambar wajah tokoh reformasi, menjadikan masker sebagai papan iklan mini untuk perlawanan.

Rompi, yang biasanya dipakai oleh fotografer atau pekerja lapangan, kini jadi tren di kalangan mahasiswa. Rompi dianggap praktis karena punya banyak kantong untuk menyimpan air mineral, garam, atau bahkan power bank. Tapi di sisi lain, rompi ini juga memberi kesan “siap tempur.” Banyak rompi diwarnai dengan cat semprot, dihiasi simbol-simbol, atau dilapisi kain batik sebagai sentuhan lokal.

Dengan begitu, fashion demonstrasi 2025 adalah gabungan unik antara fungsi dan simbol. Ia melindungi tubuh, sekaligus menyampaikan pesan.


◆ Sejarah Panjang Fashion dalam Gerakan Sosial

Fenomena fashion demonstrasi 2025 sebenarnya bukan hal baru. Di berbagai belahan dunia, pakaian selalu menjadi elemen penting dalam gerakan sosial.

Pada era 1960-an di Amerika, misalnya, aktivis hak sipil sering memakai jas rapi saat berdemo untuk menunjukkan keseriusan dan wibawa. Di Hong Kong 2019, para demonstran terkenal dengan “black bloc”, mengenakan pakaian serba hitam, masker, dan kacamata untuk menyamarkan identitas sekaligus melindungi diri.

Di Indonesia sendiri, mahasiswa era 1998 punya identitas khas: jaket almamater. Jaket kampus menjadi simbol keberanian mahasiswa menantang rezim. Siapapun yang melihat ribuan jaket almamater di jalanan langsung tahu bahwa mahasiswa sedang bergerak.

Kini, di 2025, fashion demonstrasi berkembang ke arah yang lebih cair dan kreatif. Tidak ada lagi seragam baku. Sebaliknya, tiap kelompok menciptakan gaya masing-masing. Ada yang memilih gaya tactical, ada yang bergaya streetwear, ada juga yang menggabungkan fashion tradisional seperti kain tenun atau ikat kepala.

Dengan cara ini, fashion menjadi media komunikasi non-verbal. Ia berbicara tanpa kata, mengirim pesan kepada aparat, masyarakat, dan dunia internasional bahwa generasi muda Indonesia punya cara kreatif dalam menyuarakan aspirasi.


◆ Masker: Dari Pandemi ke Identitas Perlawanan

Pandemi COVID-19 mungkin sudah lewat, tapi warisannya masih terasa. Salah satunya adalah penggunaan masker. Di masa pandemi, masker identik dengan kesehatan dan perlindungan. Namun, dalam demonstrasi 2025, masker berubah fungsi menjadi bagian penting dari fashion demonstrasi.

Masker bedah biasa, masker kain, hingga masker gas industri semuanya hadir di jalanan. Bedanya, kini masker dimodifikasi agar lebih ekspresif. Ada masker dengan tulisan tangan, ada yang ditempeli patch bordir, bahkan ada yang dilukis dengan cat akrilik.

Selain melindungi dari gas air mata, masker juga berfungsi menyamarkan identitas. Banyak mahasiswa khawatir fotonya tersebar di media sosial atau kamera aparat. Dengan masker, wajah mereka sulit dikenali. Namun, alih-alih jadi simbol ketakutan, masker justru jadi simbol keberanian.

Beberapa kelompok mahasiswa bahkan memproduksi masker custom dengan desain khusus. Ada yang mencetak logo organisasi mereka, ada juga yang memasang kutipan tokoh terkenal. Tren ini menunjukkan bahwa masker bukan lagi benda medis, tapi bagian dari pernyataan politik.


◆ Rompi dan Tactical Gear: Fashion Siap Tempur

Selain masker, elemen paling mencolok dalam fashion demonstrasi 2025 adalah rompi. Rompi yang dipakai bukan rompi biasa, melainkan tactical vest yang biasanya digunakan fotografer perang, pekerja lapangan, atau bahkan aparat keamanan.

Mengapa rompi populer? Karena fungsional. Dengan banyak kantong, rompi bisa menyimpan berbagai perlengkapan: botol air, garam untuk penawar gas air mata, semprotan air, hingga gadget. Mahasiswa yang turun aksi biasanya harus siap berjam-jam, sehingga rompi jadi pilihan tepat.

Tapi di luar fungsi, rompi juga membawa makna simbolik. Dengan rompi, penampilan mahasiswa terlihat lebih siap, lebih serius, dan lebih berani. Ada kesan “militan,” meski mereka tidak membawa senjata. Rompi ini jadi tanda bahwa aksi mereka bukan main-main.

Beberapa rompi bahkan dihias. Ada yang ditulisi slogan, ada yang ditempeli kain batik, ada juga yang dipasangi bendera kecil. Kreativitas ini membuat fashion demonstrasi semakin menarik, karena setiap rompi bercerita tentang pemakainya.

Selain rompi, gear lain seperti helm sepeda, kacamata renang, dan pelindung lutut juga mulai muncul. Semua ini menunjukkan bahwa mahasiswa belajar dari pengalaman aksi sebelumnya, di mana perlindungan fisik sangat penting. Fashion demonstrasi kini tidak hanya stylish, tapi juga strategis.


◆ Streetwear dan Budaya Populer dalam Aksi

Selain elemen fungsional seperti masker dan rompi, fashion demonstrasi 2025 juga dipengaruhi budaya pop dan streetwear.

Banyak mahasiswa mengenakan hoodie dengan desain grafis, sepatu sneakers edisi terbatas, hingga topi baseball. Sebagian besar item ini dipilih bukan hanya karena nyaman, tapi juga karena punya nilai identitas. Dengan hoodie bertuliskan nama band indie atau sneakers bergaya retro, mahasiswa menyatakan siapa mereka dan apa yang mereka dukung.

Budaya pop juga masuk lewat poster, stiker, dan aksesori. Karakter anime, kutipan film, atau meme internet muncul di pakaian maupun properti aksi. Misalnya, ada yang membawa poster bergambar karakter Naruto dengan tulisan “Dattebayo, lawan oligarki!” atau gambar One Piece dengan slogan kebebasan.

Fenomena ini menunjukkan bahwa fashion demonstrasi 2025 tidak terlepas dari gaya hidup anak muda urban. Mereka menggabungkan dunia digital, musik, film, dan mode ke dalam ruang politik jalanan. Aksi protes jadi lebih colorful dan relatable, bukan sekadar serius dan menegangkan.


◆ Peran Gender dan Kreativitas Perempuan dalam Fashion Demo

Hal lain yang menarik adalah peran perempuan dalam membentuk fashion demonstrasi. Jika dulu aksi demo identik dengan maskulinitas, kini perempuan tampil aktif dengan gaya mereka sendiri.

Banyak mahasiswi memilih mengenakan rompi atau hoodie oversized untuk kenyamanan. Namun, ada juga yang memasukkan sentuhan feminin: memakai jilbab warna hitam dengan pin bertuliskan slogan, atau memadukan scarf motif tradisional dengan pakaian hitam.

Perempuan juga berperan besar dalam produksi fashion demonstrasi. Mereka menjahit masker kain, membuat totebag dengan slogan, hingga memproduksi merchandise demo. Produk ini dijual murah atau dibagikan gratis sebagai bentuk solidaritas.

Kehadiran perempuan dengan gaya kreatif menunjukkan bahwa demonstrasi bukan hanya ruang laki-laki. Fashion jadi alat perempuan untuk menegaskan eksistensi mereka sebagai bagian penting dari gerakan sosial.


◆ Fashion Tradisional dan Identitas Lokal

Yang tidak kalah menarik, beberapa kelompok mahasiswa memilih menggabungkan fashion tradisional ke dalam demonstrasi. Ada yang mengenakan ikat kepala Sunda, kain batik, atau sarung Bugis sebagai bagian dari outfit mereka.

Langkah ini punya makna mendalam. Dengan mengenakan pakaian tradisional, mereka ingin menunjukkan bahwa perlawanan bukan hanya isu generasi muda urban, tapi juga bagian dari identitas budaya bangsa. Fashion tradisional memberi nuansa lokal pada aksi, sekaligus menghubungkan gerakan hari ini dengan sejarah panjang perjuangan rakyat Indonesia.

Misalnya, di Bandung terlihat mahasiswa yang mengenakan iket Sunda dengan kaos hitam. Di Yogyakarta, ada yang memakai jarik sebagai simbol kejawaan. Di Makassar, beberapa peserta aksi bahkan mengenakan baju bodo modern.

Fashion tradisional ini memberi warna tersendiri, menunjukkan bahwa aksi protes bukan sekadar meniru gaya global, tapi juga memelihara akar budaya lokal.


◆ Media Sosial dan Penyebaran Fashion Demonstrasi

Tidak bisa dipungkiri, fashion demonstrasi 2025 juga sangat dipengaruhi media sosial. Instagram, TikTok, dan Twitter dipenuhi foto-foto aksi dengan outfit khas.

Banyak akun mahasiswa yang sengaja mendokumentasikan gaya mereka. Ada yang menulis caption serius tentang perlawanan, ada juga yang santai dengan humor. Bahkan, ada akun khusus yang mengkurasi “OOTD demo,” mirip dengan konten fashion streetwear tapi dalam konteks protes.

Fenomena ini menimbulkan perdebatan. Ada yang bilang fashion demonstrasi jadi terlalu estetis, seolah-olah demo hanya ajang bergaya. Namun, banyak juga yang melihat ini sebagai strategi cerdas. Dengan visual menarik, pesan protes bisa lebih mudah viral dan menarik simpati publik.

Foto-foto mahasiswa dengan rompi penuh coretan atau masker bertulisan slogan bisa menyebar lebih cepat daripada artikel panjang. Inilah kekuatan visual di era digital. Fashion demonstrasi bukan hanya melindungi tubuh, tapi juga menjadi konten yang bisa menggerakkan opini publik.


◆ Penutup: Fashion Sebagai Identitas Perlawanan

Fashion demonstrasi 2025 adalah fenomena unik yang menunjukkan kreativitas generasi muda Indonesia. Di tengah represi dan krisis, mereka tidak hanya melawan dengan kata-kata, tapi juga dengan gaya. Masker, rompi, hoodie, hingga kain tradisional berubah menjadi medium politik.

Fashion ini melindungi tubuh, mengekspresikan identitas, dan menyampaikan pesan. Ia menjembatani budaya populer dengan perjuangan politik, sekaligus memperkuat solidaritas antar mahasiswa.

Dengan fashion demonstrasi, generasi muda membuktikan bahwa politik bukan sekadar debat di parlemen, tapi juga bisa diwujudkan lewat simbol visual di jalanan. Dan siapa tahu, gaya ini kelak menjadi bagian dari sejarah besar perlawanan Indonesia di masa depan.


Referensi