fashion berkelanjutan

Fashion Berkelanjutan di Indonesia: Gerakan Baru yang Mengubah Industri Mode 2025

Fashion

Fashion Berkelanjutan di Indonesia: Gerakan Baru yang Mengubah Industri Mode 2025

Dunia mode Indonesia sedang berada di persimpangan besar pada tahun 2025. Setelah bertahun-tahun didominasi oleh industri fast fashion yang mengejar produksi cepat dan konsumsi massal, kini mulai muncul pergeseran kuat ke arah fashion berkelanjutan (sustainable fashion). Gerakan ini menekankan penggunaan bahan ramah lingkungan, etika kerja, transparansi rantai pasok, hingga pengurangan limbah produksi.

Perubahan ini tidak terjadi secara tiba-tiba. Lonjakan kesadaran lingkungan di kalangan generasi muda, tekanan pasar global, dan tuntutan regulasi membuat industri mode Indonesia mulai bertransformasi. Brand-brand lokal yang dulu hanya fokus pada tren musiman, kini mulai mengembangkan koleksi berbasis daur ulang, bahan organik, dan produksi terbatas agar tidak menumpuk limbah.

Artikel ini membahas secara mendalam bagaimana fashion berkelanjutan tumbuh di Indonesia, siapa pemain utamanya, tantangan yang mereka hadapi, hingga dampak sosial dan ekonomi dari pergeseran besar ini terhadap industri mode nasional.


Latar Belakang Munculnya Gerakan Fashion Berkelanjutan

Industri mode global telah lama dikritik sebagai salah satu penyumbang polusi terbesar dunia. Menurut data PBB, sektor fashion menyumbang sekitar 10% dari emisi karbon global dan menghasilkan 92 juta ton limbah tekstil setiap tahun. Indonesia, sebagai salah satu pusat produksi tekstil terbesar di Asia, juga menjadi bagian dari rantai pasok yang menyumbang limbah besar.

Kesadaran ini perlahan menyebar ke publik sejak awal 2020-an. Generasi Z dan milenial Indonesia yang makin melek isu lingkungan mulai mempertanyakan asal-usul pakaian yang mereka beli: siapa yang membuatnya, bahan apa yang digunakan, dan apa dampaknya bagi lingkungan serta pekerja. Mereka tak lagi melihat pakaian hanya sebagai barang konsumsi, tetapi juga sebagai produk yang punya jejak etis dan ekologis.

Pandemi COVID-19 mempercepat tren ini. Banyak konsumen menyadari bahwa mereka tak butuh membeli pakaian baru setiap saat. E-commerce pun mulai menyediakan fitur preloved (barang bekas layak pakai), dan konsep thrifting meledak di kalangan anak muda. Inilah awal pergeseran budaya konsumsi yang membuka jalan bagi fashion berkelanjutan.

Selain itu, muncul tekanan dari pasar global. Banyak pembeli internasional kini hanya mau bekerja sama dengan pemasok yang memiliki sertifikasi lingkungan dan sosial seperti Fair Trade, GOTS (Global Organic Textile Standard), dan OEKO-TEX. Hal ini memaksa produsen tekstil dan brand lokal Indonesia mulai mengadopsi standar keberlanjutan agar tidak kehilangan pasar.


Konsep Dasar Fashion Berkelanjutan

Fashion berkelanjutan mencakup berbagai prinsip yang bertujuan mengurangi dampak negatif industri mode terhadap lingkungan dan masyarakat. Beberapa pilar utamanya antara lain:

1. Bahan ramah lingkungan
Menggunakan bahan organik, serat alami terbarukan, atau serat daur ulang untuk mengurangi limbah dan konsumsi sumber daya. Contohnya katun organik, linen, tencel, atau kain dari daur ulang botol plastik.

2. Produksi etis dan transparan
Menjamin pekerja mendapat upah layak, lingkungan kerja aman, dan tidak ada pekerja anak. Brand diharapkan membuka informasi rantai pasok mereka agar konsumen tahu asal-usul produk.

3. Desain tahan lama dan anti-fast fashion
Mengurangi frekuensi peluncuran koleksi, membuat desain timeless yang bisa dipakai lama, dan mengutamakan kualitas ketimbang kuantitas.

4. Daur ulang dan circular fashion
Mengumpulkan pakaian bekas untuk didaur ulang menjadi bahan baru atau dijual kembali sebagai produk preloved. Ini memperpanjang umur pakaian dan mengurangi limbah.

5. Minimasi limbah produksi
Mengoptimalkan pola potong kain agar tidak banyak sisa, memanfaatkan sisa kain untuk produk kecil, dan menggunakan teknologi digital pattern untuk efisiensi bahan.

Penerapan prinsip-prinsip ini mulai terlihat di berbagai brand lokal Indonesia sejak 2023 dan berkembang pesat pada 2025.


Brand-Brand Lokal Pelopor Fashion Berkelanjutan

Beberapa brand lokal menjadi pelopor dalam menerapkan praktik fashion berkelanjutan di Indonesia. Mereka membuktikan bahwa produk ramah lingkungan juga bisa stylish, modern, dan laku di pasaran.

Sejauh Mata Memandang dikenal menggunakan kain tenun tradisional dan pewarna alami dari tumbuhan. Mereka bekerja langsung dengan pengrajin lokal dan hanya memproduksi dalam jumlah terbatas agar tidak menumpuk stok. Koleksi mereka sering tampil di Jakarta Fashion Week dan mendapat pujian karena memadukan estetika modern dengan nilai budaya.

SukkhaCitta fokus pada slow fashion berbasis desa. Mereka melatih perempuan di desa membuat kain alami dengan teknik tradisional dan memberi upah layak. Setiap produk dilengkapi kode transparansi yang menunjukkan siapa pembuatnya dan dari mana bahan berasal.

Osem menggunakan kain daur ulang dari limbah tekstil pabrik dan plastik PET. Mereka punya lini pakaian olahraga dan kasual yang ramah lingkungan, serta program penukaran pakaian bekas pelanggan untuk didaur ulang.

Kana Goods mengusung prinsip minim limbah dengan membuat produk one-of-a-kind dari potongan kain sisa. Setiap produk unik dan dibuat dalam jumlah terbatas, sehingga tidak ada overstock.

Selain itu, beberapa brand besar mainstream seperti CottonInk, Buttonscarves, dan Danjyo Hiyoji mulai mengumumkan target pengurangan emisi karbon, penggunaan bahan daur ulang, dan program pengumpulan pakaian bekas pelanggan.


Dukungan Komunitas dan Media Sosial

Pertumbuhan fashion berkelanjutan di Indonesia juga dipicu oleh peran komunitas dan media sosial. Muncul banyak komunitas fashion hijau seperti Slow Fashion Indonesia dan Sustainable Fashion Indonesia Collective yang rutin mengadakan workshop, bazar preloved, serta diskusi publik tentang isu keberlanjutan.

Platform seperti Instagram dan TikTok dipenuhi konten edukatif tentang fast fashion vs sustainable fashion. Influencer fesyen seperti Nadine Chandrawinata dan Asmara Abigail kerap memakai busana ramah lingkungan dan membagikan tips berpakaian lestari kepada pengikut mereka.

E-commerce juga mendukung tren ini. Beberapa marketplace menyediakan kategori khusus untuk produk ramah lingkungan dan preloved. Aplikasi seperti Tinkerlust, Carousell, dan Thredup versi lokal membantu mempopulerkan budaya thrifting (membeli barang bekas layak pakai) di kalangan Gen Z.

Dukungan komunitas dan media sosial membuat fashion berkelanjutan semakin populer, bukan hanya sebagai pilihan etis, tetapi juga sebagai bagian dari gaya hidup yang dianggap keren dan progresif.


Tantangan Besar dalam Mewujudkan Fashion Berkelanjutan

Meskipun berkembang pesat, industri fashion berkelanjutan masih menghadapi tantangan besar di Indonesia.

Pertama, biaya produksi tinggi. Bahan ramah lingkungan seperti katun organik dan pewarna alami masih lebih mahal dibanding bahan sintetis massal. Produksi dalam jumlah kecil juga membuat biaya per unit lebih tinggi, sehingga harga jual produk cenderung mahal.

Kedua, keterbatasan rantai pasok hijau. Belum banyak pemasok bahan baku yang bersertifikasi ramah lingkungan di Indonesia. Banyak brand kecil harus mengimpor bahan, yang justru menambah jejak karbon.

Ketiga, rendahnya kesadaran konsumen massal. Meskipun Gen Z di kota besar sudah cukup peduli, sebagian besar konsumen di Indonesia masih memilih pakaian murah ketimbang mempertimbangkan dampak lingkungan. Ini membuat penetrasi pasar produk berkelanjutan masih terbatas.

Keempat, greenwashing oleh brand besar. Banyak brand mengklaim produknya ramah lingkungan hanya karena menggunakan sedikit bahan daur ulang, padahal praktik produksi mereka tetap merusak lingkungan. Ini merusak kepercayaan publik terhadap label “sustainable”.

Kelima, belum ada regulasi yang mendukung. Pemerintah belum memiliki standar nasional untuk sertifikasi produk fesyen ramah lingkungan. Tanpa regulasi jelas, brand yang benar-benar berkelanjutan sulit bersaing harga dengan brand fast fashion massal.

Tantangan-tantangan ini menunjukkan bahwa transisi ke fashion berkelanjutan memerlukan dukungan ekosistem, bukan hanya inisiatif individu brand.


Dampak Sosial dan Ekonomi dari Fashion Berkelanjutan

Jika berhasil tumbuh, fashion berkelanjutan bisa memberi dampak besar bagi Indonesia, baik secara sosial maupun ekonomi.

Dari sisi sosial, konsep ini membuka lapangan kerja baru yang lebih manusiawi. Produksi berbasis kerajinan lokal dan skala kecil memberi peluang ekonomi bagi perempuan di desa, pengrajin tenun, dan penjahit rumahan. Mereka mendapat upah lebih layak dan bekerja dalam kondisi lebih aman dibanding di pabrik fast fashion.

Dari sisi ekonomi, industri ini menciptakan rantai pasok baru: pemasok bahan alami, pengolah limbah tekstil, jasa perbaikan pakaian, hingga platform preloved. Semua ini menumbuhkan ekonomi sirkular yang lebih tahan krisis karena tidak bergantung pada konsumsi massal musiman.

Fashion berkelanjutan juga bisa memperkuat posisi Indonesia di pasar ekspor. Banyak pembeli global kini hanya mau membeli produk fesyen dari pemasok yang memiliki sertifikasi lingkungan dan sosial. Jika brand lokal bisa memenuhi standar ini, mereka bisa menembus pasar premium dengan harga jual lebih tinggi.

Dari sisi lingkungan, peralihan ke fashion berkelanjutan akan mengurangi limbah tekstil dan emisi industri yang saat ini sangat besar. Ini akan membantu Indonesia mencapai target pengurangan emisi karbon sesuai Perjanjian Paris.


Masa Depan Fashion Berkelanjutan di Indonesia

Melihat tren 2025, masa depan fashion berkelanjutan di Indonesia tampak menjanjikan jika mendapat dukungan penuh. Generasi muda semakin peduli, komunitas aktif tumbuh, dan tekanan dari pasar global makin besar.

Ke depan, pemerintah perlu membuat regulasi nasional tentang label hijau untuk produk fesyen, memberi insentif pajak bagi brand ramah lingkungan, dan mendukung riset pengembangan bahan tekstil organik lokal. Lembaga pendidikan fesyen juga harus mengintegrasikan materi keberlanjutan dalam kurikulum mereka agar desainer muda siap menghadapi pasar hijau.

Brand besar pun harus serius mengurangi produksi massal cepat (fast fashion) dan beralih ke model bisnis circular fashion. Platform preloved, jasa perbaikan pakaian, dan penyewaan busana (fashion rental) diprediksi akan tumbuh pesat beberapa tahun ke depan.

Jika langkah-langkah ini berhasil, Indonesia bisa menjadi pusat fashion berkelanjutan terbesar di Asia Tenggara pada 2030, menyaingi Thailand dan Vietnam yang saat ini unggul di industri tekstil ramah lingkungan.


Kesimpulan

Fashion Berkelanjutan Bukan Tren Sementara, Tapi Masa Depan Industri
Transformasi industri mode Indonesia ke arah keberlanjutan menunjukkan kesadaran baru bahwa mode tidak boleh hanya indah secara estetika, tapi juga etis dan ramah lingkungan.

Butuh Dukungan Ekosistem agar Bertahan Jangka Panjang
Pemerintah, pelaku industri, dan konsumen perlu bekerja bersama membangun rantai pasok hijau, memperluas edukasi, dan memberi insentif agar fashion berkelanjutan bisa bersaing dengan fast fashion dan menjadi arus utama industri mode nasional.


Referensi