Kronologi Gempa Sulawesi 24 Juli 2025
Pada 24 Juli 2025, pukul 05.17 WITA, wilayah pesisir barat Sulawesi diguncang gempa berkekuatan Magnitudo 6,2. Menurut data BMKG, pusat gempa berada di laut pada kedalaman 10 km, sekitar 45 km barat daya Mamuju, Sulawesi Barat. Getaran dirasakan cukup kuat di beberapa kota, termasuk Mamuju, Palu, dan Parepare, bahkan hingga Makassar dengan skala intensitas MMI IV.
BMKG memastikan bahwa gempa ini tidak berpotensi tsunami, meskipun masyarakat di beberapa daerah pesisir sempat panik dan mengungsi ke tempat yang lebih tinggi. Gempa terjadi akibat aktivitas patahan aktif di zona subduksi Sulawesi Barat yang dikenal sering menimbulkan gempa dangkal.
Dalam dua jam pertama pasca-gempa, tercatat lima gempa susulan dengan magnitudo antara 3,0 hingga 4,2. Fenomena ini umum terjadi setelah gempa utama, sehingga masyarakat diimbau tetap waspada dan menjauhi bangunan yang rawan runtuh.
Dampak terhadap Infrastruktur dan Korban
Laporan awal dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebutkan bahwa puluhan rumah rusak berat di Kabupaten Mamuju dan sekitarnya, termasuk beberapa fasilitas umum seperti sekolah dasar, puskesmas, dan jembatan desa. Selain itu, beberapa ruas jalan mengalami retakan sehingga menghambat akses ke wilayah terdampak.
Data sementara mencatat 7 orang meninggal dunia dan lebih dari 120 orang mengalami luka-luka, sebagian besar akibat tertimpa reruntuhan bangunan dan jatuhnya material atap. Sebanyak 3.500 warga mengungsi ke posko darurat yang didirikan di lapangan terbuka dan gedung pemerintah.
Dampak gempa juga terasa di sektor ekonomi. Aktivitas pasar tradisional, pelabuhan kecil, dan beberapa pabrik pengolahan hasil laut sempat terhenti selama dua hari. Potensi kerugian sementara diperkirakan mencapai Rp 120 miliar, terutama dari kerusakan infrastruktur dan gangguan distribusi barang.
Respons Pemerintah dan Tim Darurat
Pemerintah pusat dan daerah bergerak cepat dalam merespons bencana ini. BNPB dan BPBD Sulawesi Barat langsung mengirimkan tim evakuasi, logistik, dan alat berat ke lokasi terdampak. TNI dan Polri turut dikerahkan untuk membantu proses pencarian dan penyelamatan korban yang kemungkinan masih terperangkap di reruntuhan.
Dalam 24 jam pertama, lebih dari 200 relawan gabungan berhasil mengevakuasi korban dan mendirikan 20 tenda darurat sebagai tempat pengungsian. Bantuan logistik berupa makanan siap saji, air bersih, obat-obatan, dan selimut mulai disalurkan. Pemerintah juga mengaktifkan dapur umum di tiga titik utama dan menyediakan layanan kesehatan darurat di lokasi pengungsian.
Presiden menyampaikan instruksi untuk mempercepat pendataan kerusakan, memperbaiki infrastruktur vital seperti jembatan dan jalan utama, serta memberikan bantuan keuangan darurat kepada keluarga korban. Pemerintah menekankan pentingnya transparansi dalam distribusi bantuan agar semua warga terdampak mendapatkan dukungan yang layak.
Mitigasi dan Edukasi Kebencanaan
Gempa di Sulawesi Barat bukanlah kejadian pertama. Wilayah ini berada di kawasan rawan gempa karena pertemuan tiga lempeng tektonik: Indo-Australia, Eurasia, dan Pasifik. Karena itu, mitigasi bencana menjadi faktor krusial yang harus dilakukan secara berkelanjutan.
Pemerintah daerah bersama BMKG dan BNPB memperkuat program edukasi kebencanaan, termasuk simulasi evakuasi rutin di sekolah dan kantor pemerintahan. Pembangunan rumah tahan gempa dengan standar konstruksi yang sesuai menjadi fokus jangka panjang agar kejadian serupa tidak menimbulkan korban jiwa yang besar.
Selain itu, integrasi teknologi deteksi dini dan sistem peringatan cepat (early warning system) juga diprioritaskan. BMKG berencana menambah sensor seismik di Sulawesi Barat dan meningkatkan kapasitas komunikasi publik agar peringatan dini dapat tersampaikan lebih cepat dan akurat.
Dampak Sosial dan Psikologis
Selain kerugian fisik, gempa ini memberikan dampak psikologis yang mendalam bagi warga. Rasa takut akan gempa susulan membuat sebagian besar warga memilih tinggal di luar rumah selama beberapa hari meskipun rumah mereka tidak rusak parah. Anak-anak yang mengalami trauma diberikan layanan psikososial oleh relawan dan tenaga medis.
Gangguan aktivitas ekonomi juga mempengaruhi pendapatan keluarga, terutama mereka yang bekerja di sektor informal seperti nelayan, pedagang pasar, dan pengrajin. Oleh karena itu, pemerintah merencanakan bantuan tunai darurat dan program padat karya agar perekonomian lokal dapat pulih lebih cepat.
Solidaritas sosial masyarakat terlihat kuat, dengan warga saling membantu mendirikan tenda pengungsian, memasak bersama, dan mendistribusikan makanan. Berbagai organisasi sosial dan komunitas relawan dari kota-kota lain juga turut mengirimkan bantuan.
Rekonstruksi dan Rencana Pemulihan Jangka Panjang
Tahap rekonstruksi pasca-gempa diperkirakan akan memakan waktu 6–12 bulan, tergantung pada tingkat kerusakan infrastruktur. Fokus utama rekonstruksi adalah:
-
Perbaikan fasilitas umum seperti sekolah, puskesmas, dan jembatan.
-
Rehabilitasi perumahan warga dengan standar tahan gempa.
-
Pemulihan layanan publik seperti air bersih, listrik, dan komunikasi.
Pemerintah menyiapkan dana darurat serta membuka peluang kerja sama dengan sektor swasta dan organisasi internasional dalam pendanaan rekonstruksi. Selain itu, pengalaman gempa ini diharapkan menjadi momentum untuk memperkuat perencanaan tata ruang agar pembangunan ke depan lebih adaptif terhadap risiko bencana.
Program pemulihan juga akan mencakup peningkatan literasi masyarakat tentang kebencanaan, pelatihan tenaga relawan lokal, dan pembentukan Desa Tangguh Bencana sebagai model mitigasi berbasis komunitas.
Kesimpulan
Gempa Magnitudo 6,2 yang mengguncang Sulawesi Barat pada 24 Juli 2025 menjadi pengingat penting bahwa Indonesia, sebagai negara dengan risiko bencana tinggi, harus terus memperkuat mitigasi, edukasi, dan kesiapsiagaan masyarakat. Respons cepat pemerintah, relawan, dan masyarakat menunjukkan kemajuan signifikan dalam manajemen bencana, meskipun tantangan jangka panjang seperti rekonstruksi dan pemulihan ekonomi tetap perlu dihadapi dengan serius.
Jika langkah-langkah mitigasi yang sudah direncanakan dapat dijalankan secara konsisten, kejadian serupa di masa depan diharapkan dapat diminimalkan dampaknya baik dari sisi korban jiwa maupun kerugian material.