pelonggaran moneter

Bank RI Siap Melanjutkan Pelonggaran Moneter di Q4 2025

Finance

Kondisi Terkini: Mengapa Pelonggaran Moneter Menjadi Relevan?

Memasuki paruh kedua 2025, ekonomi global menunjukkan tanda-tanda perlambatan. Amerika Serikat sebagai salah satu penggerak ekonomi dunia mulai mengisyaratkan akhir dari siklus pengetatan moneter, sementara Eropa masih berjuang dengan pertumbuhan yang lemah. Di sisi Asia, Tiongkok mengalami penurunan aktivitas industri, yang berdampak pada permintaan ekspor negara-negara berkembang termasuk Indonesia.

Bank Indonesia (BI) melihat momentum ini sebagai peluang untuk menyesuaikan kebijakan moneter. Setelah menahan suku bunga acuan BI 7-Day Repo Rate di level 5,25% selama beberapa bulan, kini diperkirakan akan ada ruang untuk melonggarkan kebijakan di kuartal IV 2025. Langkah ini diambil untuk menjaga daya dorong pertumbuhan ekonomi domestik di tengah tantangan global.

Pelonggaran moneter berarti BI dapat menurunkan suku bunga acuan, menambah likuiditas di pasar keuangan, dan menurunkan biaya pinjaman bagi dunia usaha maupun masyarakat. Tujuannya adalah mendorong konsumsi, investasi, serta menjaga stabilitas pertumbuhan PDB Indonesia di kisaran 5%.


Inflasi Terkendali: Kunci Ruang Pelonggaran

Salah satu alasan utama Bank Indonesia mempertimbangkan pelonggaran moneter adalah inflasi yang stabil. Data inflasi semester I 2025 menunjukkan angka sekitar 3%, masih dalam target 2–4%. Meskipun sempat ada tekanan harga dari komoditas pangan global, pemerintah berhasil menekan gejolak tersebut dengan operasi pasar dan subsidi.

Dengan terkendalinya inflasi, risiko pelonggaran moneter terhadap stabilitas harga relatif rendah. BI percaya bahwa menurunkan suku bunga tidak akan langsung memicu lonjakan inflasi, karena permintaan domestik masih bisa ditopang secara terkendali.

Hal ini sejalan dengan strategi bank sentral di negara lain yang juga mulai melirik opsi pelonggaran. The Fed diperkirakan akan menurunkan bunga pada akhir 2025, sehingga Indonesia punya ruang bergerak tanpa takut arus modal keluar terlalu deras.


Dampak ke Dunia Usaha dan Kredit Perbankan

Sektor riil sangat menunggu kebijakan ini. Dunia usaha, terutama sektor properti, manufaktur, dan ritel, selama ini mengeluhkan tingginya biaya pinjaman. Kredit modal kerja dan investasi yang lebih murah akan mendorong ekspansi usaha. Dengan pelonggaran moneter, bunga kredit bisa turun 50–100 basis poin, memberikan napas lega bagi pengusaha.

Perbankan juga diproyeksikan mendapatkan manfaat jangka menengah. Meski margin bunga bisa sedikit tertekan, peningkatan permintaan kredit akan menambah volume penyaluran dana. Dengan kredit yang tumbuh lebih cepat, perbankan bisa menjaga profitabilitas.

Bagi masyarakat, dampak paling terasa adalah turunnya bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB). Hal ini bisa memicu kenaikan konsumsi kelas menengah, yang selama ini menjadi motor penggerak ekonomi domestik.


Tantangan Eksternal: Menjaga Rupiah Tetap Stabil

Meski ruang pelonggaran terbuka, BI tetap harus berhati-hati. Rupiah masih rentan terhadap gejolak eksternal, terutama jika arus modal asing keluar. Apalagi Indonesia masih bergantung pada impor minyak dan bahan baku.

Pelonggaran moneter bisa memberi sinyal negatif bila tidak diikuti langkah antisipasi. Oleh karena itu, BI perlu memastikan cadangan devisa cukup kuat untuk menahan tekanan rupiah. Koordinasi dengan pemerintah dalam menjaga defisit transaksi berjalan juga menjadi kunci.

Jika pelonggaran dilakukan secara bertahap, risiko gejolak bisa ditekan. Dengan kata lain, Bank Indonesia pelonggaran moneter Q4 2025 harus dilakukan dengan strategi yang terukur, bukan drastis.


Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi 2026

Dengan kebijakan pelonggaran, banyak analis memperkirakan ekonomi Indonesia pada 2026 bisa tumbuh lebih kuat. Pertumbuhan PDB diprediksi mencapai 5,3–5,5%, lebih tinggi dibanding proyeksi 2025 yang berada di 5,1–5,3%.

Pendorong utamanya adalah peningkatan konsumsi rumah tangga dan investasi sektor swasta. Pemerintah juga mendorong hilirisasi industri, terutama di sektor nikel, energi terbarukan, dan teknologi digital. Dengan bunga lebih rendah, investor asing maupun domestik lebih percaya diri menanamkan modal.

Selain itu, stimulus moneter ini diperkirakan mendukung pencapaian target pemerintah dalam menurunkan tingkat pengangguran ke bawah 5%.


Kesimpulan: Momentum Pelonggaran yang Tepat

Bank Indonesia pelonggaran moneter Q4 2025 menjadi strategi kunci menjaga pertumbuhan ekonomi nasional tetap stabil di tengah ketidakpastian global. Dengan inflasi terkendali, stabilitas rupiah terjaga, serta tren global menuju penurunan bunga, BI memiliki ruang untuk bertindak lebih agresif.

Dunia usaha menanti langkah ini sebagai sinyal positif, sementara masyarakat berharap biaya pinjaman bisa lebih ringan. Meski begitu, kebijakan harus tetap hati-hati agar stabilitas keuangan nasional tidak terganggu.

Jika dijalankan dengan tepat, pelonggaran moneter bisa menjadi titik awal percepatan ekonomi Indonesia menuju 2026.


Referensi: